Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan yang memiliki ciri nusantara dengan mempunyai kedaulatan atas wilayah serta memiliki hak-hak berdaulat di luar wilayah kedaulatannya untuk dikelola dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia sebagaimana yang diamatkan oleh konstitusi.
Keunggulan yang dimiliki oleh Indonesia ini harus dimanfaatkan dan digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat Indonesia bukan hanya untuk segelintir orang atau perusahan-perusahaan yang hanya memanfaatkannya.Indonesia disebutkan sebagai negara kepulauan berdasarkan Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 atau UNCLOS 1982 (United Nation Convention of the Law of the Sea), jika kita merujuk pada Bab IV tentang Archipelagic States pada Pasal 46 disebutkan bahwa negara kepulauan ialah suatu negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain, sedangkan yang disebut dengan Kepulauan adalah suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan di antaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang secara historis dianggap sebagai demikian.
Merujuk pada peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, di dalam Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa Wilayah Negara adalah salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya. Wilayah Indonesia sangatlah luas dari Sabang sampai Merauke, untuk mengawal dan menjaga kedaulatan tersebut diperlukan tenaga yang cukup besar dan lembaga yang mampu memberikan rasa aman dan nyaman.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia mempunyai perbatasan darat dan laut dengan 10 (sepuluh) negara tetangga yaitu dengan India, Thailand, Malaysia, Singapura, VietNam, Filipina, Palau, Papua New Guinea (PNG), Australia, Timor Leste. Jika kita jabarkan secara rinci, Indonesia berbatasan darat dengan Malaysia, PGN, serta Timor Leste, sedangkan selanjutnya berbatasan dengan laut.
Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas tentu diperlukan pengawasan yang ekstra dan biaya yang sangat besar, serta sarana dan prasarana yang mumpuni. Jika kita melihat dari sejarah berdirinya negara ini, Indonesia tergolong baru memulai untuk pengelola wilayah perbatasannya. Hal ini ditunjukkan Indonesia baru memiliki suatu lembaga yang khusus menangani permasalahan perbatasan, sebab dulunya hanya dikelolah dibawah kementerian-kementerian terkait saja.
Pengelolaan perbatasan negara sangat penting dilakukan oleh Pemerintah Indonesia supaya kita mengetahui wilayah kedaulatan dan yurisdiksi kita sampai sejauh mana serta untuk menghindari konflik dan sengketa dengan negara yang berbatasan dengan negara lain. Melihat urgensi tersebut akhirnya Pemerintah Indonesia membentuk suatu badan yang khusus untuk menangani hal tersebut yang diberinama Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP). Dasar hukum pembentukan badan ini ialah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan.Pembentukan BNPP merupakan tindaklanjut dari Undang-Undang No. 43 Tahun 2008 tentang wilayah negara yang mengamanatkan bahwa untuk mengelola batas wilayah negara dan mengelola kawasan perbatasan pada tingkat pusat dan daerah, pemerintah pusat dan pemerintah daerah membentuk Badan Pengelolaan Nasional dan Badan Pengelola Daerah.
Dengan terbentuknya BNPP besar harapan kita badan ini mempunyai kemampuan untuk tidak saja mengelola perbatasan negara Indonesia dengan negara-negara tetangga akan tetapi mampu juga menyelesaikan permasalahan serta sengketa yang tengah di hadapi oleh masyarakat Indonesia yang tinggal di perbatasan. Hingga saat ini Bangsa Indonesia masih menyimpan beberapa permasalahan perbatasan di antaranya ialah dengan Timor Leste.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Ganewati Wuryandari dari LIPI Jakarta, menyatakan bahwa Indonesia dan Timor Leste masih menyisakan 4% perbatasan darat yang belum disepakati oleh kedua negara menurut Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), kedua negara masih mempermasalahkan 3 (tiga) segmen batas yaitu (a) segmen di Noel Besi-Citrana, Desa Netemnanu Utara, Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, dengan wilayah enclave Oecussi, Timor Leste, menyangkut areal persawahan sepanjang Sungai Noel Besi, yang status tanahnya masih sebagai zona netral. (b) segmen di Bidjael Sunan, Oben, di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dengan wilayah enclave Oecussi, yaitu pada areal seluas 489 bidang tanah sepanjang 2,6 km atau 142,7 ha. Tanah tersebut merupakan tanah yang disterilkan agar tidak menimbulkan masalah karena Indonesia-Timor Leste mengklaim sebagai miliknya. (c) segmen di Dilumil-Memo, Kabupaten Belu yang berbatasan dengan Distrik Bobonaro, yaitu perbedaan identifikasi terhadap Median Mota Malibaka pada aliran sungai sepanjang 2, 2 km atau pada areal seluas 41,9 ha.
Pengelolaan perbatasan antara kedua negara serta permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia dengan Timor Leste telah ada semenjak BNPP belum dibentuk, sehingga pengelolaan dan penyelesaiannya dilaksanakan secara parsial-parsial dimana kedua negara telah membentuk suatu komite bersama yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan pengaturan perbatasan Indonesia dan Timor Leste di mana di tingkat pusat diatur melalui Joint Border Committee (JBC) dan Border Liasion Committee (BLC) pada tingkat provinsi. JBC yang terdiri dari beberapa sub-sub komite teknis ini diketuai oleh Direktur Jenderal Pemerintah Umum, Kementerian Dalam Negeri sementara BLC untuk perbatasan Indonesia dan Timor Leste diketuai oleh Gubernur NTT. Misalnya seperti Technical Sub Committee on Border Security Indonesia – Timor Leste menjadi tanggung jawab Departemen Pertahanan dan Panglima TNI dan Technical Sub Committee on Border Demarcation and Regulation Indonesia – Timor Leste dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab Bakosurtanal dan TNI.
Kasus diatas hanya sebagian pengelolaan dan permasalahan yang tengah dihadapi oleh Indonesia dengan negara-negara tetangga di perbatasan dan hingga saat ini permasalahan tersebut belum terselesaikan hingga saat ini. Jika kita melihat tugas dari BNPP ialah BNPP mempunyai tugas menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan, menetapkan rencana kebutuhan anggaran, mengoordinasikan pelaksanaan, dan melaksanakan evaluasi dan pengawasan terhadap pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan, hal ini telah tertuang di dalam Pasal 3 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2010.
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 tentang BNPP sebagai dasar dari pembentukan BNPP memang memberikan wewenang yang terbatas pada perencanaan, koordinasi, dan evaluasi saja. Dengan kata lain, BNPP tidak mengeksekusi langsung program-program yang telah ditetapkan, dan BNPP terkendala pada anggaran yang relatif. Dan disamping itu BNPP tidak memiliki kekuatan untuk memutus permasalahan yang tengah di hadapin antara Indonesia dengan negara lain berkaitan dengan pengelolaan perbatasan.
Sehingga pengaturan pengelolaan wilayah negara dan kawasan perbatasan yang dimiliki oleh BNPP tidak cukup mempunyai kedudukan, kewenangan, serta tugas dan fungsi dalam pengelolaan wilayah dan kawasan perbatasan dengan Timor Leste. Langkah strategis berdasarkan ketentuan hukum positif mengatasi kelemahan ini dapat dilakukan dengan membentuk kelembagaan yang memiliki kedudukan, kewenangan, serta tugas dan fungsi yang berbeda dengan kedudukan, kewenangan, serta tugas dan fungsi yang dimiliki oleh BNPP. Kewenangan, kedudukan serta tugas dan fungsi secara eksternal pengelolaan perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste yang dimaksudkan adalah kelembagaan negara yang secara khusus menangani wilayah negara, dan kawasan perbatasan.
Jika peran BNPP hanya masih sebatas kordinasi saja tanpa diberikan kewenangan untuk mengeksekusi, BNPP hanya akan menjalankan rutinitas saja tanpa melakukan aksinya, sudah barang tentu hal ini mesti dipikirkan bersama mengingat permasalahan-permasalahan di perbatasan makin hari makin bertambah. *
Penulis: Dr. Dewa Gede Sudika Mangku, S.H., LL.M
Dosen Ilmu Hukum, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja