Singaraja- Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam pasal 412 ayat (1) yang berbunyi “Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II”. Meskipun pasal ini hanya dapat di proses apabila ada aduan sebagaimana dijelaskan pada ayat (2) pada pasal yang sama. Ini menjadi suatu bukti bahwa bangsa Indonesia tidak ingin membiarkan budaya kumpul kebo ada di Indonesia.
“Kumpul Kebo” adalah kegiatan kehidupan seperti suami istri namun bukan dengan pasangan suami istri yang sah dimata hukum ataupun agama. Hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan namun hidup bersama (Parwata, 2019). Hal ini menjadi sebuah anomali yang tidak wajar mengingat budaya Indonesia tidaklah membenarkan tindakan ini. Akan tetapi, fenomena ini sudah dianggap hal yang tabu bahkan tidak sedikit memasukannya dalam daftar strategi bertahan hidup bahkan beberapa diantaranya sampai mengarah pada tindak pelacuran. Kegiatan “Kumpul Kebo” kerap di temukan di kota-kota besar. Oleh Karena adanya fenomena ini Tim PKM-Riset Sosial Humaniora (RSH) Undiksha mencoba melakukan penelitian Kumpul Kebo : Strategi Bertahan Hidup di Kota Besar Ditinjau dari Perspektif Homo Economicus dan KUHP Terbaru.
Penelitian dimulai dari 20 Juni 2023 hingga September 2023 di Kota (disamarkan) dan diketuai oleh Kadek Yulia Widya Sari (Ilmu Hukum) dengan dibantu oleh 3 orang lainnya yaitu I Made Deni Dwi Nuarthawan (Ilmu Hukum), Putu Adinda Aneira Adnyana Putri (Ilmu Hukum), dan Achmad Agung Syahputra (Pendidikan Sosiologi).
Setidaknya kami menemukan 127 Pasangan Kumpul kebo di kota (disamarkan) dan setelah mewawancari 10 pasangan kumpul kebo berikut alasan dibalik mereka melakukannya.
1. Memperoleh Keturunan
Alasan kumpul kebo dilakukan oleh mereka untuk “test drive” atau menguji apakah mereka bisa memiliki keturunan. Hal ini terjadi karena beberapa daerah memilik stigma apabila tidak hamil maka tidak menikah. Tentu anomali tersebut didasarkan oleh alasan karena ketakutan apabila setelah menikah malah tidak memiliki keturunan dan warisan baik berupa sanggah kemulan ataupun berupa harta benda akan “camput” atau tidak memiliki pewaris sehingga upacara pernikahan yang menelan biaya fantastis akan sia-sia dilakukan apabila hasilnya tidak memiliki keturunan.
2. Kelanggengan Hubungan
Alasan dilakukannya kumpul kebo ialah karena percintaan. Pasangan kumpul kebo menganggap dirinya untuk bisa menjalani kehidupan percintaan haruslah mengorbankan segalanya demi pasangan. Hal tersebut tak lupa juga dengan kehidupan seksualitas dan memupuk untuk belajar hidup bersama agar bisa saling mengenal lebih mendalam tabiat dan sifat dari pasangannya. Kumpul kebo dianggap sebagai solusi agar hubungan ketika setelah menikah tidak mudah cerai karena sudah mengenal satu sama lain. sehingga bisa dianalogikan bahwa kumpul kebo bagi pelaku kumpul kebo dijadikan sebagai simulasi berumah tangga ketika nanti sudah menikah.
3. Menopang Finansial
Kumpul kebo adalah praktik yang membantu masyarakat dalam membagi risiko finansial karena memberikan keberagaman sumber daya ekonomi. Selain itu, ini juga bermanfaat dalam menghadapi situasi darurat atau kebutuhan mendesak seperti biaya perawatan kesehatan atau pendidikan. Dengan demikian, kumpul kebo dianggap sebagai strategi berkelanjutan untuk menjaga stabilitas finansial dalam masyarakat agraris dan menjadi contoh bagaimana budaya dan tradisi lokal berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
4. Penyalur Stress
Salah satu alasan lain mengapa kumpul kebo diadakan adalah untuk menjadi wadah penyalur stres dan melepas kepenatan. Dalam keseharian yang penuh tekanan, masyarakat agraris seringkali dihadapkan pada beragam tantangan dan beban kerja yang berat. Kumpul kebo memberikan kesempatan langka bagi mereka untuk bersosialisasi, bersatu, dan melepaskan ketegangan. Dalam suasana yang lebih santai, mereka dapat berbicara, berbagi cerita, dan tertawa bersama, yang memiliki efek positif dalam meredakan stres. Ini tidak hanya menguntungkan secara psikologis.