DENPASAR – fajarbali.com | SEJAK kecil, Ni Made Celin Darayani, hobi jalan-jalan ke tempat yang belum pernah dikunjungi sambil menambah wawasan. Hobi itu, kemudian berubah menjadi sebuah cita-cita; diplomat.
Celin-sapaan karibnya, konsisten memupuk cita-citanya hingga lulus di SMA Laboratorium Undiksha Singaraja, 2019 lalu. Awalnya, dara kelahiran Pancasari, Buleleng 26 Oktober 2021, ingin melanjutkan ke Program Studi Hubungan Internasional di perguruan tinggi.
Namun, di Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha), belum memiliki prodi itu. Undiksha memang menjadi pilihan utamanya. Selain dekat dengan rumahnya, Celin boleh dikatakan kepalang jatuh hati pada perguruan tinggi berlambang Dewa Ganesha tersebut.
Putri pasangan I Nengah Meles dan Ni Kadek Sriasih, ini lantas memilih Prodi Hukum, Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial (FHIS) Undiksha.
Celin telah menuntaskan studinya, bahkan dinobatkan sebagai lulusan terbaik dengan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) 3,90, pada yudisium, 8 Agustus lalu.
Selama berkuliah, Celin menunjukkan prestasi menonjol. Berbagai prestasi regional dan nasional disabetnya. Mulai dari kompetisi bisnis kreatif, kewirausahaan, debat, puisi hingga menyandang Queen Civic Law Undiksha, dan Putri Persahabatan Undiksha.
Kemampuannya berbicara di depan umum, juga memberinya kesempatan menjadi narasumber dan moderator di berbagai kegiatan. Tak ketinggalan, ia aktif di organisasi DPM dan HMJ. “Agar tetap berkontribusi untuk tanah kelahiran, saya juga aktif di STT Karang Taruna desa,” kata Celin dikonfirmasi dari Denpasar, Selasa (15/8/2023).
Dalam skripsinya, Celin mengupas “Implementasi Rumah Perlindungan Sosial Terhadap Pemenuhan Hak Anak Korban Kekerasan Seksual Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Kabupaten Buleleng”. Dia menyoroti belum adanya Rumah Aman bagi anak korban kekerasan seksual.
Padahal, kasus kekerasan seksual, termasuk pencabulan yang melibatkan anak-anak sebagai pelaku dan korban cukup tinggi di Bali utara. “Data yang saya peroleh dari Unit PPA Polres Buleleng lima tahun terakhir (dari 2018) kasusnya berkisar antara 20 kasus, 30, 20 dan 47 kasus. Ini baru yang dilaporkan. Kalau yang tidak dilaporkan, tentu ada lagi,” jelasnya.
Sementara secara nasional, menurut Celin, rata-rata kasus mencapai 7 sampai 9 ribu per tahun. Dia menyayangkan belum adanya rumah aman, baik secara fisik maupun fungsinya. Selama ini, anak-anak korban kekerasan seksual dititipkan di pantai asuhan umum. Berbaur dengan anak asuh lainnya.
“Ini tidak boleh dibiarkan. Mereka (anak-anak korban kekerasan seksual) harus diberikan penangan khusus, karena mental dan fisiknya telah tersakiti. Perlu pendampingan lebih intensif,” kata Celin yang juga asisten dosen dan memiliki ID Scopus sebagai penulis ketiga.
Setelah diwisuda nanti, Celin bertekad menjadi seorang penegak hukum. Meski asa menjadi seorang diplomat tetap dirawatnya. Ia membidik beasiswa S2 di luar negeri sambil mencari lowongan pekerjaan yang pas.
Prestasi Celin diraih karena kerja keras berbumbu “jengah”. Tidak ada tangan-tangan kuasa relasi yang mengatrolnya, mengingat orangtuanya hanya seorang petani tamatan SMP.
Sumber : https://fajarbali.com/tertarik-menjadi-diplomat-2/